Muhammad Qowiyyul Matin, bayi yang lahir 20 Juli 2024 dengan berat hanya 1,8 kg, langsung menghadapi kenyataan pahit. Baru beberapa saat lahir, tubuhnya membiru dan ia didiagnosis mengalami (cholestatic jaundice, massa intra hepar, mitral septal defect) kebocoran jantung, benjolan di hati, liver serta lahir prematur. Sang ibu, Siti Holipah, terpisah dari bayinya yang dirujuk ke rumah sakit, meratapi buah hatinya yang terbaring lemah di NICU, penuh dengan alat bantu.
Pak Eso, ayahnya, adalah seorang penjual batagor keliling di Ciamis, dengan penghasilan hanya 1 juta rupiah per bulan. Penghasilan itu bahkan tak cukup untuk kebutuhan istri dan dua anaknya yang masih sekolah. Meski biaya pengobatan dasar ditanggung BPJS, banyak alat kesehatan dan susu formula khusus yang tidak tercover, sementara biaya hidup dan pengobatan terus menumpuk. Tabungannya habis, utang kian bertambah, hingga domba terakhirnya terpaksa dijual.
Bulan September ini, niat hati untuk check-up di Ciamis pupus. Sang Bayi harus dirujuk ke RS Hasan Sadikin Bandung karena keterbatasan alat di Ciamis. Biaya transportasi, tempat tinggal, dan kebutuhan medis di luar BPJS menjadi beban besar bagi keluarga ini. Namun, meski dihantui kesulitan, Pak Eso tak pernah berhenti berjuang. Dengan air mata yang tertahan dan langkah yang tak kenal lelah, ia terus berusaha, demi satu harapan: melihat anaknya sehat kembali.
Pak Eso sedang berjuang tanpa henti untuk kesembuhan sang bayi, Muhammad Qowiyul Matin, yang lahir dengan komplikasi serius: kebocoran jantung, benjolan di hati, dan prematur. Di tengah kesulitan ekonomi, Pak Eso terus bekerja sebagai tukang batagor dengan penghasilan terbatas, namun biaya perawatan medis khusus yang tidak ditanggung BPJS semakin menekan.
#SahabatKebaikan yuk bersama kita bantu Pak Eso! Setiap bantuan mi dapat memberikan harapan baru untuk kesembuhan sang bayi. Jadilah bagian dari perjuangan ini dengan cara :