Tubuh kecil itu kini hanya seberat 4 kilogram. Kulitnya mengelupas dari ujung kepala hingga kaki, menampakkan luka-luka yang tak pernah sempat sembuh. Tangisan pilu tak pernah reda, seakan tubuh mungilnya sedang berjuang keras melawan derita yang terlalu besar untuk usianya yang baru 1,4 tahun.
Namanya Hanifa Nur Khadijah, bayi perempuan dari Garut yang sedang terperangkap dalam jerat penyakit kulit langka: Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)—infeksi bakteri Staphylococcus Aureus yang membuat kulitnya melepuh, kemerahan, dan seperti terbakar hebat.
Sejak berumur dua minggu, Hanifa tak pernah benar-benar merasakan sehat. Ia mulai sesak napas, kulitnya retak, lalu mengelupas. Semula hanya di lengan, kini penyakitnya menyebar cepat ke seluruh tubuh.
Deritanya tak berhenti di fisik—ia juga harus menanggung stigma. Tatapan sinis dan jarak dari lingkungan sekitar menjadi luka sosial yang tak kalah menyakitkan. Ia dikucilkan, dijauhi, seolah penyakitnya bisa menular hanya lewat pandangan mata.
Kondisinya kini kritis dan tak stabil. Perawatan intensif dengan obat khusus adalah satu-satunya harapan. Tapi biaya pengobatannya menembus angka ratusan juta rupiah, sesuatu yang tak sanggup digapai oleh keluarganya.
Ayah Hanifa hanya seorang buruh kasar berpenghasilan Rp50.000 per hari. Mas kawin, perabot rumah, bahkan utang dari satu pintu ke pintu lain pun telah dilalui. Tapi semua itu belum cukup. Kini, perawatan medis terhenti. Hanifa hanya diobati seadanya—dengan minyak telon dan air rebusan daun sirsak.
Dokter menyarankan perawatan khusus segera, atau nyawa Hanifa terancam. Tapi waktu terus berjalan, dan biaya menjadi penghalang terbesar.
#Sahabat Kebaikan, Hanifa Butuh Uluran Tangan Kita! Bayi ini tak memilih lahir dalam penderitaan. Ia tak meminta dikucilkan karena penyakit yang bahkan tak bisa ia pahami. Satu-satunya harapannya kini ada di tangan kita. Mari kita bergandengan hati, meringankan beban Hanifa dan keluarganya.